Mikrofon Masinton Mendadak Mati Saat Usulkan hak Angket Putusan Hakim MK


Anggota DPR RI Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu

Intipmedia.com, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu melakukan interupsi saat rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/10/2023) pagi.

Masinton mengajukan hak angket kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Mulanya, Masinton berbicara bahwasanya lembaga legislator merupakan ruang menyuarakan konstitusi.

Menurutnya konstitusi merupakan roh dari sebuah bangsa.

“Kita ada di ruangan ini untuk menyuarakan konstitusi. Mereka yang punya kewenangan dan jabatan diatur konstitusi dan perundang-undangan. Dan bagi kita tentu kota semua memahami bahwa konstitusi bukan sekadar hukum dasar, konstitusi adalah roh dan jiwa semangat sebuah bangsa,” kata Masinton.

Politikus PDIP ini pun mengungkit bahwa konstitusi mengalami sebuah tragedi setelah putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun.
Menurut Masinton, putusan MK merupakan tirani konstitusi.

“Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi,” katanya.

Masinton mengklaim protesnya tersebut bukanlah atas nama partai politik.

Sebaliknya, protesnya itu juga bukanlah atas kepentingan salah satu capres maupun cawapres di Pilpres 2024.

“Saya tidak bicara tentang calon presiden saudara Anies dan saudara Muhaimin Iskandar, saya tidak Bicara tentang pak Ganjar dan Prof Mahfud, saya juga tidak bicara tentang Pak Prabowo beserta pasangannya. Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Masinton menambahkan konstitusi negara dalam ancaman serius atas putusan MK tersebut.
Padahal, reformasi 1998 memandatkan bagaimana konstitusi harus diamandemen.

“Masa jabatan presiden harus dibatasi, bagaimana kita mengeluarkan tap MPR nomor 11 tahun 98 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN, korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan kemudian berbagai produk undang-undang turunannya,” katanya.
Ia pun menuturkan bahwa putusan MK bukan lagi putusan yang berlandaskan kepentingan konstitusi. Dia bilang, putusan MK lebih kepada putusan kaum tirani.(red)

Berita Terkait

Top